China Sebut AS Sejak Lama Menjadi Kekaisaran Kebohongan – Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara Amerika Serikat dan China telah mengalami ketegangan yang semakin meningkat. Salah satu pernyataan yang menarik perhatian publik adalah ketika pemerintah China menuduh Amerika Serikat sebagai “Kekaisaran Kebohongan.” Istilah ini mencerminkan pandangan yang berkembang di Beijing mengenai kebijakan luar negeri AS, serta cara negara tersebut memproyeksikan kekuatannya di panggung dunia. Melalui artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang klaim ini, menjelajahi sejarah, alasan, serta dampak dari pernyataan tersebut. Kami juga akan melihat implikasi sosial, politik, dan ekonomi dari ketegangan yang terjadi antara kedua negara besar ini.

1. Sejarah dan Konteks Tuduhan China

Sejak awal abad ke-20, Amerika Serikat telah berperan sebagai kekuatan dominan di dunia, sering kali mempergunakan retorika moral untuk membenarkan intervensi di berbagai negara. Namun, tindakan AS sering dipandang oleh China dan beberapa negara lain sebagai bentuk hipokrisi. Dalam pandangan Beijing, kebijakan luar negeri AS tidak hanya melanggar prinsip-prinsip kedaulatan negara lain tetapi juga berkontribusi pada ketidakstabilan global.

Sejarah kebijakan luar negeri AS, mulai dari Perang Vietnam hingga intervensi di Irak dan Afghanistan, sering kali dikritik oleh para pemimpin China. Mereka mengklaim bahwa Amerika menggunakan berbagai alasan, termasuk penyebaran demokrasi dan hak asasi manusia, untuk membenarkan tindakan yang sebenarnya berorientasi pada kepentingan geopolitik dan ekonomi.

Dalam konteks ini, istilah “Kekaisaran Kebohongan” merujuk pada persepsi bahwa AS telah membangun narasi yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Tindakan intervensi yang dilakukan AS sering kali berakibat pada kehancuran sosial dan ekonomi di negara-negara yang menjadi target, dan hal ini menambah bobot tuduhan yang dilayangkan oleh Beijing. Ini juga mencerminkan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan negara-negara yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan luar negeri Washington.

2. Retorika dan Propaganda dalam Diplomasi China

Dalam dunia diplomasi, retorika dan propaganda memainkan peranan yang sangat penting. AS selama bertahun-tahun menggunakan alat komunikasi dan media untuk membentuk narasi yang mendukung kebijakan luar negerinya. Namun, dalam pandangan China, banyak dari narasi ini dianggap sebagai kebohongan. Beijing berargumen bahwa AS tidak konsisten dalam prinsip-prinsip yang mereka dukung, terutama ketika berurusan dengan negara-negara yang memiliki pandangan politik yang berbeda.

Misalnya, ketika AS mengkritik pelanggaran hak asasi manusia di negara-negara tertentu, China menginginkan agar AS juga memperhatikan pelanggaran serupa yang terjadi di dalam negeri mereka sendiri. China menganggap bahwa hipokrisi ini menunjukkan bahwa AS tidak benar-benar peduli tentang hak asasi manusia, tetapi lebih kepada bagaimana mereka bisa menjaga hegemoni mereka di panggung internasional.

Selain itu, China juga menunjukkan bahwa AS cenderung menggunakan propaganda untuk merusak reputasi negara lain. Dalam konteks ini, Beijing berupaya untuk memproyeksikan citra positif tentang diri mereka, dengan menekankan kemajuan sosial dan ekonomi yang telah dicapai oleh negara tersebut. Mereka berargumen bahwa kebangkitan China sebagai kekuatan global adalah hasil dari kebijakan yang berorientasi pada pembangunan, bukan konflik.

3. Dampak Sosial dan Politik dari Ketegangan AS-China

Ketegangan antara AS dan China tidak hanya berdampak pada hubungan diplomatik, tetapi juga memiliki implikasi sosial dan politik yang signifikan. Dalam konteks ini, masyarakat di kedua negara sering kali terjebak dalam narasi yang dibangun oleh pemerintah mereka. Di AS, banyak warga negara merasa terancam oleh kebangkitan China dan melihatnya sebagai tantangan terhadap dominasi global mereka.

Sebaliknya, di China, pemerintah menggunakan ketegangan ini untuk memperkuat legitimasi diri mereka. Narasi “Kekaisaran Kebohongan” digunakan untuk menyatukan rakyat di bawah kepemimpinan Partai Komunis, dengan menekankan bahwa kebangkitan China harus dilindungi dari ancaman luar. Ini menciptakan suasana nasionalisme yang kuat dan meningkatkan dukungan terhadap kebijakan pemerintah, meskipun kebijakan tersebut sering kali kontroversial.

Dampak dari ketegangan ini juga terlihat dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Dalam bidang perdagangan, misalnya, tarif dan sanksi yang diberlakukan oleh kedua negara menyebabkan gangguan signifikan dalam rantai pasokan global. Banyak perusahaan yang terpaksa memindahkan basis produksi mereka, mengakibatkan hilangnya lapangan kerja dan ketidakpastian ekonomi.

4. Perspektif Masa Depan dan Resolusi

Menyikapi tuduhan bahwa AS adalah “Kekaisaran Kebohongan,” penting untuk melihat ke arah masa depan dan kemungkinan resolusi. Ketegangan yang berkepanjangan antara kedua negara besar ini tidak hanya berbahaya bagi mereka tetapi juga bagi stabilitas global. Oleh karena itu, dialog dan diplomasi menjadi sangat penting dalam mencari jalan keluar dari ketegangan ini.

Kedua negara harus berusaha untuk meningkatkan komunikasi dan membangun saluran diplomatik yang lebih efektif. Hal ini termasuk mengatasi isu-isu yang menjadi sumber ketegangan, seperti perdagangan, hak asasi manusia, dan keamanan. Selain itu, kedua negara juga perlu menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan pandemi, yang membutuhkan kerjasama internasional.

Di sisi lain, masyarakat di kedua negara juga perlu diikutsertakan dalam dialog ini. Edukasi dan pemahaman yang lebih baik tentang budaya dan kebijakan masing-masing negara dapat membantu mengurangi prasangka dan stereotip yang berkembang. Membangun jembatan komunikasi di tingkat masyarakat dapat berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik dan mengurangi ketakutan serta kebencian yang mungkin telah muncul.

 

Baca juga artikel ; 2 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Datangi Pengadilan Tinggi Surabaya